“MUNAJAT APEL MERAH”
Naskah/sutradara: Endro Wahyudi
Adaptasi dari Puisi " Munajat Apel Merah" karya A. Muttaqin
Pimpro : Putri Mayasari
Wapimpro : Widiarti
Aktor : Wulandari, Cindy, Nisa, Norma, Alia, Risty, Aulia, Irna, Ashif, A. Fathoni, Achmad
Artistik/Perlengkapan : Taqin, Ballah, Dody, Alek
Musik : Gepeng Flut, Arif Rahman, Ilham.
Situasi: Seperti dalam suatu habitat…bermula dari keadaan sunyi dan hening..cahaya pun ada bermula dari pantulan-pantulan proses aktivitas alami di sekitar habitat
Realitas panggung:
Lampu black out…hingga benar-benar tercipta suasana yang hening (kurang lebih 5 menit ke atas)..lamat-lamat (bersamaan dengan cahaya lampu yang menyinari slide, terdapatlah bentuk-bentuk bibir yang menyerupai apel menempel lekat di kain slide (siluet) lalu…terdapatlah suara seperti irama doa, dengan nada penuh tekanan, lembut,histeris, dan beberapa macam karakter doa…
Koor (terdiri dari beberapa orang) :
guusti, guusti,guusti, guusti...guuuustiii.. (nada agak cepat seperti orang wirid).
Orang 1&2:
Seperti orang berteriak dengan lantang..tapi masih dalam carakterisasi doa…” duuh guustii….duuuh guuustiiii…duuuh gussstiii (irama doa bergantung pada suasana yang tercipta…(bersamaan dengan suku kata irama terakhir..pinggiraan batas panggung muncullah gerak eksplorasi codot-codot dengan karakter gerak sangat rakus, radikal (kondisional) bergerak seperti mengelilingi satu-satunya sumberr hidup yang paling besar dalam habitat. Yakni tanaman apel, yang merah merona penuh goda, yang sudah mengambil blocking di awal, dan bersamaan atau sekaligus bagaian dari setting dan property realitas panggung, …
Tanaman apel:
Bentuk diilustrasikan oleh beberapa actor dengan gerak-gerak teatrikal. berposisi seperti instalasi, dengan blocking di sudut central panggung…tetap ada gerak..,gerak-gerak ritmis, gerak seperti daun yang tertiup angin… “aku tahu esok atau lusa bakal jatuh.. (satu orang dengan nada lemah tapi intonasinya kuat)
Lalu diikuti orang satunya, yang juga sama-sama menggambarkan apel. Dengan dialog yang sama..dengan nada yang sedikit berkarakter tawakal…lalu saling bersahutan…hingga tercapailah pada satu nafas yang sama..(suara koor Apel) “Gusti (dilantangkan satu orang) lalu suara koor, “ Aku tahu esok atau lusa bakal jatuh. Saban malam tangan-tangan mungil menyentuh lubang dalamku, hingga hatiku basah dan mataku sekuncup biangglala, hingga jantungku terbuka dan kulitku jadi merah…
Para codot bergerak kian liar. Bersuara tajam (seperti mendenguung, bagai orang kalap yang tak bisa lagi mendengar indahnya suara, cantiknya dunia, dan tenangnya pikiran dan hati untuk berbagi rasa dalam habitatnya..Teriakkannya terdenganr seperti mau memangsa, gerakannya liar tak terbaca…(mendekatlah para codot, bersamaan dengan masuknya musik (semisal irama gelang alit banyu wangian)..para codot bermonumental, dengan ekspresi total, seperti terasa mengancam ketentraman dari keberadaan tanaman apel.
Vocal di balik layer siluet:
Gusti..gusti..tapi…,, peduli apa, codot-codot telah mengasah taring dan kakinya. Dan tak bias kusembahkan cintaku padamu..
Tanaman apel:
(gerak gesture, dengan sedikit slow motion) ”Semoga kau tak marah gusti...(nada sedikit tinggi) ” Seeemooogaa, seemooga,,, kau tak marah gusti...(koor tanaman apel) lalu separoh dari orang apel, menyahut ”sebab wangi kembangku abadi. Wangi kembangku abadi...wangi kembangku abadi.( bersamaan hilangnya vokal...cahaya dengan perlahan iku redup)
Panggung dalam keadaan gelap...hening...musik dengan irama kosong, dengan lamat-lamat mengusai suasana realitas panggung...(hingga benar-benar hening)..lalu muncullah vokal dibalik panggung (koor) ” Betapa sunyi malam-malamku kini. (dengar power penuh tekanan..irama datar..” Betapa sunyi malam-malamku kini..Seekor laba-laba memintal langit lain di atas kepalaku, sayap serangga bernyanyi sendiri, dingin dan perih...
Tanaman apel: ( lampu fokus pada para tsanaman apel yang monumental) dengan melakukan gerak (dengan otot sebanding) yang penuh karakter. ”Gusti..kemana kunang-kunang yang dulu kau kirim untukku” (dengan koor)
Tanaman Apel 1:
Angin sore tak pernah mengabarkannya padaku.( diperkuat dengan gestur)
Tanaman Apel 2:
Apa dia juga mati gusti, apa dia juga mati gustiii,....apa dia juga matiii,guuustii? ( tiap aktor lakukan gerak eksplorasi(saat berdialog,, Seperti pencarian Tuhannya,,,.) lalu monumental (saat dirasa gerakan udah pas). Beberapa waktu kemudian..., Terjadi proses perubahan bloking antar aktor tanaman apel (eksplorasi gerak), lalu muncul dialog dengan intonasi kuat dan tempo yang tepat, “duuhh bintang pagi, bagaimana anakmu bisa mati? (dan diikuti dengan kooor tanaman Apel) “atau ia kembali memelukmu, sebelum matahari, menjatuhkannya di kuning tai? (diam sejenak secara serempak, para codot lakukan gerak intimidasi kembali (eksplorasi).
Di area bloking tertentu (tanaman apel tampak dengan ekspresi pasrah (tawakal)... lampu mengarah pada siluet..tampaklah barisan tak teratur bentuk bibir yang menyerupai apel,bergerak-gerak (berkomat kamit) bersamaan munculah dialog dari para bibir tersebut, (yang diselaraskan juga dengan gerak gestur para tanaman apel), “gusti, pagi telah kembali.(di tirukan dengan dialog yang sama, dengan pola SUARA ECHO yang mengejek, oleh tanaman para codot...”Peri-peri menangis berpeluk sepi (codot masih berperilaku sama)
Suara siluet :
Dan kini, kelopak yang telah sempurna jadi tangkai ini,(tanaman apel mensinergikan gerak) adalah jemariku yang masih menggenggam tanganmu (diikuti dengan bentuk gerak.Salah satu aktor apel,mengepalkan genggaman tangan keatas. Dan para apel yang lain memegangi tangan tersebut di bawah kepalan).
Tanaman Apel: (koor)
Esok, bila anak-anak melemparku, atau pencuri mengambil sari cintaku untuk Mu, Kenyangkanlah mereka.. ( terjadi perubahan ekspresi dari para codot, yang kemudian bersamaan dengan waktu, terjadi gerak monumental (seperti orang mati yang tersiksa)....”Sebagaimana kau mengeyangkanku dengan daging putih, yang lebih lezat (penuh tekanan dan power vokal) dari sengat mani yang membuat mereka lupa dan berahi....(lampu langsung black out) Lagu dan musik ala suluk masuk...
Surabaya 2008